Rabu, 27 Februari 2013

PROFIL KANDIDAT KETUA UMUM PB HMI 2013-2015


Hadi Suprapto Rusli (HSR), lahir pada hari Sabtu tanggal 30 Juli 1983 di sebuah desa kecil bernama Jujun di ujung barat provinsi Jambi, di sebuah kota kecil dengan panorama alam yang sangat indah, Kerinci.
Terlahir sebagai putra sulung dengan 3 adik, Ayahanda bernama Drs. Rusli Amran dan ibunda tercinta bernama Darna,S.Pd. .  Darah aktivis mengalir deras kepada saya (baca: Hadi Suprapto Rusli) karena kedua orang tua aktif di dua organisasi masyarakat besar (NU dan Muhammadiyah). Dan sebuah kebanggaan tersendiri, pendidikan menjadi sebuah prioritas tertinggi bagi anak-anak pasangan Drs. Rusli amran – Darna, S.Pd. terlebih profesi Guru telah digeluti mereka sejak 30 tahun yang lalu di daerah transmigrasi Kabupaten sarolangun-Jambi.
Untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, pada tahun 1989, saya hijrah untuk tinggal bersama paman, (Alm.) Bustami Amran, di kabupaten kerinci. pendidikan SD hingga SMA dienyam di kabupaten Kerinci, dimana taraf pendidikannya lebih maju dibanding di daerah transmigrasi.
Kehidupan bersama pamannya (Bustami Amran, Almarhum) dan bibinya (Samsinar) memberi modal pengalaman berharga bagi HSR. Pamannya yang seorang tokoh adat dan tokoh aparatur desa sering mengajak HSR kecil pada acara rapat adat atau pertemuan-pertemuan aparatur desa, sampai-sampai HSR sering ketiduran di tempat rapat sewaktu menunggu rapat selesai. Pengalaman mengikuti rapat pamannya ini membuat jiwa kepemimpinan HSR tumbuh.
Di sisi agama, waktu kecil HSR belajar mengaji dengan kondisi yang sangan seadanya, hanya diterangi lampu minyak tanah, karena PLN belum masuk ke desa tersebut. Kerena kemampuannya membaca al-Quran lebih bagus dibanding kawan-kawannya, sewaktu kelas lima SD HRD sudah diangkat sebagai guru ngaji dikampungnya. Dikarena, HSR melanjutkan sekolahnya di kota kabupaten, SMU negeri 1 Sungai Penuh, dengan berat hati HSR meninggalkan pengajiannya untuk hijrah ke kota dan kos demi melanjutkan studi.
Semenjak SD hingga SMA, dalam sisi akademis HSR terbilang pintar dan cerdas. Hal ini terlihat dari hasil raport yang selalu mendapat rangking, karenanya HSR sering diangkat sebagai ketua kelas, petugas upacara, dan menjadi duta dari sekolahnya jika ada pertandingan atau lomba.
Karena kecerdasannya inilah sewaktu lulus SMA HSR mendapat pangilan study di tiga universitas negeri besar, yaitu UGM, Universitas Negeri Lampung, dan Universitas Jambi. Dengan alasasan agar lebih dekat dan bisa mengabdi kepada orang tuanya, HSR memilih Universitas Jambi.
Aktifitasnya di kampus inilah membuat HSR mengenal HMI, organisasi yang dipilih untuk mengabdikan dirinya. Perjalanannya mengenal HMI cukup indah. Setelah mengenal berbagai organisasi kemahasiswaan, akhirnya HSR memilih HMI, organisasi yang ia lihat lebih tepat untuk menyalurkan pengabdiannya.
Sebelum di HMI HSR sempat masuk KAMMI, berawal dari kegiatannya bersama temannya se-kos-nya, Aditya Sanjaya, yang merupakan aktivis KAMMI. Berawal saat OSPEK, HSR mengikuti sebuah acara wajib bagi mahasiswa baru, PROMIS, di sinilah HSR sempat aktif selama satu tahun mengikuti halaqah-halaqah dan menjadi Ketua Bidang Divisi Syiar dan Opini Lembaga Dakwah Kampus
Selain itu HSR juga sempat diajak mengikuti MAPABA PMII dan setelah itu beliau mendirikan sebuah teater bernama CINDAKU di Fakultas Hukum sekaligus sebagai wakil Ketua Umum. Selain itu HSR juga ditunjuk sebagai Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kerinci Komisariat Hukum Universitas Jambi.
Namun, untuk menambah biaya kuliah, kegiatan di kampus ditingalkan, dan HSR lebih memilih berkerja sepulang kuliah sebagai penjaga WARTEL. Pada suatu hari, sewaktu perjalanan pulang kerja, HSR diajak untuk mengikuti MAPERCA HMI. Disinilah awal HSR ”jatuh cinta” dengan HMI. Saat MAPERCA HMI HSR sangat aktif mengikuti setiap rangkaian kegiatannya hingga follow-up dan langsung mengikuti LK I. Namun setelah LK-1 selama enam bulan HSR tidak aktif karena kondisi pada waktu itu, yang membuat informasi dan komunikasi tentang HMI tidak ia dapatkan.
Hal ini disebabkan di Fakultas Hukum komisariatnya vakum selama dua tahun, hanya ada tiga kader dan dua orang senior. Pada saat itu HSR dipilih sebagai carateker Komisariat hukum hingga sampai ke RAK. Pada awalnya HSR menolak dengan alasan tidak adanya senior di Komisariat Hukum yang bisa membimbingnya. Namun, karena dorongan senior pada waktu itu, Kanda Darmansyah, Cak Wan, Kanda Faisal Mirdad dan Yunda Rina Difsi, membuat HSR menerima tawaran sebagai karateker  dan Hadi meninggalkan pekerjaannya sebagai penjaga WARTEL dan fokus mengurus HMI.
Dalam perjalanannya HSR bersama dua orang temannya, Amin Hudhori dan Fazlul, tanpa kenal lelah mengenalkan HMI kepada mahasiswa yang kondisinya di fakultas Hukum jauh sangat berbeda dengan fakultas lainnya, karena berbagai organisasi ekstra di Fakultas Hukum cukup banyak, dari KAMMI, PMII, PMKRI, GMKI, LMND hingga organisasi intra. Sangat banyak sekali pilihannya inilah yang membuat HSR dan kawan-kawan harus berjuang ekstra sampai pada akhirnya mendapatkan kader berjumlah 29 orang sebagai modal untuk RAK dan terpilih Hadi Suprapto Rusli sebagai Ketua Umum Komisariat.
Sebagai ketua umum komisariat HSR banyak melakukan hal-hal dan terobosan-terobosan baru dengan mendirikan Tabloid Justice, Kelompok Belajar, Kelompok Yasinan bersama Alumni-Alumni Komisariat (Dosen), hingga menempatkan kadernya merebut Gubernur Fakultas, Ketua Majlis Aspirasi Mahasiswa Fakultas dan Sekjend BEM F. Ini lah titik awal kebangkitan komisariat hukum di bawah pimpinan HSR.
Suksesnya HSR memimpin komisariat ternyata membuat dia dengan mudah masuk ke jenjang lebih tinggi, sempat selama dua bulan di Korkom, HSR langsung diminta untuk masuk ke kepengurusan HMI Cabang Jambi, sebagai Wakil Bendahara Umum, periode Ahmad Ja’far. Pada waktu itu HSR mulai aktif juga di dunia perkaderan, ia di angkat sebagai wakil Sekretaris Umum Bidang Diklat LPL HMI (Sekarang di sebut BPL).
Karirnya di LPL yang cukup bagus membuat HSR diangkat sebagai Ketua Bidang Diklat LPL HMI Cabang selama dua periode. Selama itu ia membuat buletin al-Qolam, Panduan Untuk Kakak Angkat, dan Buku Saku untuk MAPERCA.
Di semester ke-II pengurus HMI Cabang Jambi di bawah pimpinan M. Toyib Usman, HSR masuk sebagai ketua Bidang Kekaryaan. Selain aktif di internal HMI, HSR juga aktif di internal kampus sebagai Menteri Politik BEM Universitas Jambi dan mendirikan sekaligus sebagai Direktur Eksekutif Komunitas Ilmiah Pinang Masak. Pada puncaknya ia dicalonkan sebagai Presiden Mahasiswa Universitas Jambi. Namun nasib berkata lain, ia hanya mampu menang di tiga fakultas dengan jumlah suara 8000-an, kalah dari pesaing kuatnya yang merupakan teman satu kos nya pada saat semester satu dan dua, Aditya Sanjaya, yang memperoleh suara mencapai 10.000, yang menang dengan suara signifikan di dua fakultas.
Kekalahan itu tidak membuat HSR kehilangan semangat, demi membakar semangat adik-adik HMI yang lesu akibat kekalahan itu, ia menghidupkan kembali UKM Catur sekaligus sebagai ketua umum pada periode 2006-2007. Disinilah salah satu ruang yang diberikan Hadi untuk adik-adik HMI agar tetap berproses di Kampus.
Pada konferensi cabang, HSR tidak mencalonkan diri sebagai ketua umum, karena beliau memilih cukup hanya membantu sebagai Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah. Belum genap satu tahun periode, sang Ketua umum menyatakan diri mundur akibat persoalan keluarga dan akademis, pada rapat Pleno terpilihlah HSR sebagai PJ Ketua umum HMI Cabang Jambi periode 2007-2008. Pada masa itu HSR bekerja keras bersama teman-teman pengurusnya dan membuat beberapa kegiatan besar di antaranya Dialog Kebangsaan di Abadi Convention Center sekaligus Launching Tabloid Insan Cita LAPMI HMI Cabang Jambi, LK II, SC, dan LKK, dan Diskusi rutin.
Setelah amanah itu sampai pada saat konferensi, HSR menyatakan diri untuk tidak akan maju pada konferensi tersebut karena ingin mengikuti jejak seniornya untuk masuk ke PB HMI. Namun Allah SWT berkehendak lain, tepat pukul 00.15 WIB HSR didatangi oleh beberapa komisariat, dengan tulus dan penuh harap, dengan setengah mengancam, demi kelangsungan dan kebaikan HMI mereka meminta HSR untuk tetap maju melanjutkan dan membawa HMI Cabang Jambi menjadi lebih baik.
Dengan sangat berat HSR meminta waktu satu jam untuk berpikir dan istiqarah hingga akhirnya tepat Pukul 02.00 WIB HSR memutuskan maju, hingga menang secara aklamasi 12 komisariat dari 14 komisariat.
Belum lama terpilih dan setelah dilantik, ujian  berat datang. Markas HMI korkom Universitas Unbari diserang oleh 20-an oknum BRIMOB, hampir setengah periode selama lima bulan energi terporsir melakukan advokasi hingga kasus tersebut tuntas dan selesai di pengadilan umum dengan delapan orang divonis Pidana dan dinyatakan bersalah. Disamping itu Hadi juga bekerja di Media Cetak, Jambi Independent sebagai AE dan Jambi TV sebagai presenter pada acara Menuju Parlemen.
Pada periode itu juga terjadi pemekaran Badko HMI Jambi dari Badko HMI Sumbagsel. Setelah Badko ini terbentuk dan berakhirnya kepengurusan HSR, maka HSR menyatakan tidak akan mencalonkan diri pada MUSDA Badko HMI Jambi ke I, dengan harapan ingin hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan Studi S2 sekaligus PB HMI. Namun kenyataan berkata lain, HSR diminta maju memimpin Badko HMI Jambi pertama, dan niat untuk hijrah S2 dan PB HMI di batalkan demi HMI sehingga menerima tarwaran dari cabang untuk maju sebagai Ketua Umum Badko HMI yang pertama.
Terpilihnya HSR pada MUSDA pertama Badko HMI Jambi membuat ia kerja ekstra keras sosialisasi keberadaan BADKO HMI Jambi dan mendorong beberapa cabang untuk melaksanakan LK II dan menginisiasi lahirnya HMI cabang persiapan Tanjung Jabung Barat serta pelaksanaan LK III perdana.
Ditengah kesibukannya sebagai Ketua Umum Badko HMI Jambi, HSR juga melanjutkan Studi S2 Nya di Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi, kalau di kampus HSR di panggil ”Buya” atau ”pak Ustad” disamping itu HRS juga bekerja sebagai Dosen Luar Biasa di Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, serta Dosen Kontrak di Fakultas Hukum Universitas Batanghari.
Dengan berakhirnya kepengurusan Badko HMI Jambi, HSR memilih mendedikasikan dirinya di perkaderan tepatnya di BPL PB HMI dibandingkan masuk dalam struktural Pengurus Harian PB HMI. Pada saat HSR menjadi pengurus BPL PB HMI maka ia nyatakan hijrah dari Jambi ke Jakarta dan melanjutkan studi S3 nya di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur. Dikampus S3 HSR juga dipanggil dengan sebutan ”Pak Ustad”.
Selama di Jakarta ia mendirikan Lembaga Pendidikan Sumber Daya Manusia Indonesia dan pernah juga bekerja di Staf FKA- DPD RI dan ikut memprakarsai lahirnya Gerakan Mahasiswa Pedulli Narkotika (GMPN), pada saat MUNAS KAHMI di Pekan Baru 2012 beliau juga di amanahkan sebagai seksi Acara.
Beberapa pengalaman yang pernah dilalui oleh HSR antara lain; Trainer di HMI (MOT LK I, LK II, LK III dan Pemateri) dari Tahun 2004 sampai sekarang, Nara sumber di Radio Republik Indonesia (RRI), Radio DIRA, TVRI, Jambi TV, dan evet-event Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa. Tim Surveyor Jambi Poling Center dari Tahun 2004-2009. Relawan Pemantau PEMILU Forum Rektor pada PEMILU 2004. Host dan Produser program ”Menuju Parlemen”  di Jambi TV pada tahun 2009.Tim Entry Data KPU Provinsi Jambi pada PEMILU 2004. Ketua Provinsi Jambi Tim Relawan Pemantau Independent PEMILU Gubernur Jambi 2010. Direktur LPP SDM Indonesia- Jakarta. Memprakarsai lahirnya KIPM Universitas Jambi, KOMSAT Justice, Tabloid INSAN CITA, Korps Pecinta Alam Hijau-hitam HMI, Tabloid Justice, Forum Diskusi CIPAYUNG, FORMACI, Relawan Independent Pemantau PEMILU Gubernur, dan lain-lain.
Training yang pernah diikuti selama ber HMI antara lain: Basic Training (LK-1) Tahun 2002 di HMI Cabang JAMBI, Intermediate Training (LK-II) Tahun 2005 di HMI Cabang JAMBI, Advance Training (LK-III) Tahun 2008 di HMI BADKO KALIMANTAN BARAT, Senior Course Tahun 2006 di HMI Cabang Jambi, Pelatihan Kewirausahaan PB HMI         Tahun 2006 di Jakarta, TOT surveyor PEMILU 2004 Tahun 2004 di Jambi, dll.
Beberapa tulisan yang pernah di tulis antara lain tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintah Daerah disampaikan pada Lomba Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Universitas, tentang Memaknai Hari Pahlawan dimuat dalam harian Jambi Ekspress tgl 10 November 2007, tentang Hukum VS Politik dimuat dalam harian Jambi Ekspress tanggal 9 Desember 2007, tentang Penegakan supremasi hukum dimuat dalam harian Aksi Post tanggal 9 Desember 2007, tentang Valentine Days dimuat dalam harian Aksi Post tanggal 14 Februari 2007, tentang Peran Perempuan dalam Parlemen dimuat di dalam harian Jambi Ekspres pada Juli 2009, tentang Surat Terbuka Untuk Pak Presiden dimuat diharian Posmetro Jambi pada tahun 2010, tentang Simple Multy Partai dimuat di dalam harian Jambi Ekspres pada bulan Juli 2009, tentang Memaknai Kelahiran HMI dimuat di dalam Media Islam pada tanggal 5 Februari 2012, tentang Pemberian Kredit Modal Kerja oleh Bank Pembangunan Daerah Jambi kepada pengusaha kecil di kota Jambi, tentang Fungsi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ditinjau dari perspektif peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Untuk mengenal sepak terjang HSR bisa klik “Google” dan klik “Hadi Suprapto Rusli dan HMI” akan melihat sepak terjang HSR memimpin HMI pada periodenya

Email                           :  hadisupraptorusli@ymail.com
FB                               :  Hadi Suprapto Rusli
Blog                            :  Hadi Suprapto Rusli, S.H., M.H
Twitter                                    :  @hadisuprapto_01

Rabu, 13 Februari 2013

ALASAN PEMBAHARUAN KUHAP


Dalam penjelasan umum Rancangan KUHAP,  Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada awal pemberlakuannya dipandang sebagai “karya agung” bangsa Indonesia bagi perhormatan hak asasi manusia pada umumnya, dan khususnya mereka yang tersangkut perkara pidana. Namun demikian, setelah lebih dari duapuluh lima tahun diberlakukan, KUHAP dipandang tidak sesuai lagi dengan “perubahan sistem ketatanegaraan dan perkembangan hukum dalam masyarakat sehinga perlu diganti dengan hukum acara pidana yang baru” (konsideran “menimbang huruf c” RKUHAP).
Penjelasan umum RKUHAP dikemukakan  indikator yang menunjukkan KUHAP sudah ketinggalan zaman.
Pertama, KUHAP masih belum mampu memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat, terutama dalam praktik penanganan perkara tindak pidana yang menjadi tugas para penegak hukum untuk menyelesaikan perkaranya secara baik dan adil.
Kedua, perkembangan hukum dan perubahan peta politik yang dibarengi dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan teknologi yang global berpengaruh pula terhadap makna dan keberadaan substansi KUHAP.
Setiap usaha untuk memperbaharui hukum, termasuk pembaharuan hukum acara pidana tidak hanya  kegiatan untuk memperbaiki hukum yang ada, tetapi  mengganti hukum tersebut dengan yang lebih baik.
KUHAP merupakan substansi hukum yang meletakkan (mendesign) konsep dasar Criminal Justice System (CJS), yang umumnya di Indonesia dipadankan dengan istilah Sistem Peradilan Pidana (SPP).
Kata “justice” diterjemahkan dengan kata “peradilan”. Padahal “justice” itu mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari “judicial” atau “peradilan”. Kekeliruan pemadanan istilah menyebabkan ruang lingkup SPP “menyempit” à diperlukan redefinisi SPP, yang sementara ini dipahami sebagai keteraturan kerja subsistem dalam pemberatasan kejahatan melalui proses dalam subsistem kepolisian, subsistem penuntutan, subsistem pengadilan dan subsistem pemidanaan à menjadi suatu definisi yang lain.
Dari definisi ini kinerja SPP yang dirancang dalam KUHAP terutama dalam “fungsi represif”, sedangkan “fungsi preventif” SPP hanya mempunyai arti “tidak langsung”, yaitu “mencegah” pelaku kejahatan mengulangi perbuatannya, tetapi tidak mem-prevent “potential offender”, yaitu anggota masyarakat yang berpotensi melakukan kejahatan, sedangkan  pencegahan kejahatan juga berarti “pencegahan langsung”. Hal ini menyebabkan pelibatan “lembaga-lembaga non judisial” dan seluruh potensi masyarakat secara keseluruhan dalam SPP tidak dapat dihindarai. (Namun hal ini belum terakomodasi dalam KUHAP, dan  dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Pengkajian tentang SPP terhadap “subsistem kepolisian” terutama difokuskan pada tugas “penyelidikan dan “penyidikan” Polri, yang dengan demikian berpusat pada fungsi represif.
Kenyataan meningkatnya “divertifikasi” pelaksanaan fungsi penyidikan di luar institusi Polri, yang berbasis pada penguasaan keahlian tertentu, yang menyebabkan kedudukan penyidik Polri sebagai Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil, perlu dipertanyakan (dipertegas atau dihapuskan?). Selain itu, dewasa ini “interdepedensi” Polri dengan lembaga-lembaga ekstra-judisial semakin meningkat, yang belum ‘terpayungi’ dengan KUHAP yang ada sekarang.
Kecendrungan bolak-baliknya perkara dalam tahap “pra-penuntutan” karena fungsi penyidikan terfragmentasi dari fungsi penuntutan. Dalam bidang “penegakan hukum”, sebenarnya baik Polri maupun Kejaksaan keduanya merupakan “law enforcement agency”, sehingga tidak pada tempatnya tidak terkoordinasi dgn baik. Asas diferensiasi fungsional yang diatur dalam KUHAP mempunyai sejumlah kelemahan sistemis. Dalam bidang “penegakan hukum”, seharusnya dari sejak semula “arah perkembangan penyidikan” dalam direksi dari penuntut umum, mengingat “legal guilt” yang harus dibuktikan penuntut umum bersumber dari “factual guilt” yang ditemukan penyidik.
Dalam subsistem pengadilan, praktek peradilan ditandai oleh kecenderungan meningkatnya disparitas (disparity) putusan pidana, terhadap perkara yang melibatkan lebih dari satu orang (penyertaan), dengan teknik splitzing perkara memungkinkan penerapan ‘saksi mahkota’, disparitas terhadap perkara-perkara pidana yang sebenarnya hampir sama tetapi diputus oleh pengadilan-pengadilan yang berbeda karena diputus oleh dua model pengadilan yang berbeda (misalnya tindak pidana korupsi yang diputus pengadilan negeri dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi) dan disparitas dalam perkara yang mendapat perhatian besar dari masyarakat dengan perkara yang sama tetapi tidak mendapat perhatian yang signifikan dari masyarakat. Kesemua hal ini menyebabkan beragamnya sikap masyarakat terhadap kejahatan (society disparity to crime). Pencelaan masyarakat terhadap suatu kejahatan menjadi sangat heterogen. Masalah alat bukti yang ditetapkan KUHAP dalam menghadapi berbagai fenomena kejahatan yang sifatnya ‘maya’ (cyber) maupun melintasi batas-batas negara (transnasional).
Subsistem pemidanaan terkosentrasi pada “pidana perampasan kemerdekaan”, terutama pidana penjara dan mengabaikan pada jenis pidana yang lain. Corporate crime yang sanksinya denda dan menjadi masalah hukum jika denda tidak dibayar sehingga secara teknis pemidanaan hanya terfokus pada “pengurus korporasinya”, masih belum ditemukan pemecahan yang memadai dalam bidang hukum acara karena KUHAP tidak siap atau disiapkan untuk menghadapi fenomenai itu. (Vide prinsip KORPORASI)
Eksekusi pidana denda dan pembayaran uang pengganti yang tidak efektif.
Berbagai hal tersebut à pembaharuan  KUHAP, bukan suatu hanya perlu, tetapi sudah sangat “mendesak”.

TEORI HUKUM


Menurut J.J.H. Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. hubungan dogmatik hukum dengan teori hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan satu sama lain memiliki telaah sendiri-sendiri (mandiri), sebagaimana dibawah ini :
a.Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal (walaupun tidak a-normatif), maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.
b.Dogmatik hukum berbicara tentang hukum. Teori hukum berbicara tentang cara yang dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum.
c.Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interpretasi tertentu menerapkan teks undang-undang yang pada pandangan pertama tidak mengajukan pertanyaan tentang dapat digunakannya teknik-teknik interpretasi, tentang sifat memaksa secara logikal dari penalaran interpretasidan sejenisnya lagi.

Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-displin (filsafat hukum) terhadap disiplin objek(teori hukum), dan terkait pada Filsafat Hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran spekulatif sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu pendekatan ilmiah-positif terhadap gejala hukum. Ilmu hukum adalah “ilmu normatif”, demikian dinyatakan oleh Kelsen berkali-kali. Hukum itu semata-mata berada dalam kawasan dunia sollen. Ciri hakiki dari norma adalah sifatnya yang hipotetis. Sikap yang diambil Hans Kelsen adalah pemurnian hukum dari kepentingan-kepentingan di luar hukum seperti politik, keadilan, ideologi dan seterusnya. Hukum merupakan teknik sosial yang spesifik dengan objek hukum positif. Kelsen juga menolak untuk memberikan definisi hukum sebagai suatu perintah. Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. komponen substansi hukum (legal substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum. Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum. Dalam hukum responsif tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui subordinasi. Hukum tidak hanya rules (logic&rules) tetapi juga ada logika-logika yag lain. Bahwa memberlakukan yurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial. Hukum responsif menurut Nonet dan Zelnick merupakan suatu upaya dalam menjawab tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial. Menurut mereka, suatu sintesis dapat dicapai bila kajian tentang pengalaman hukum menemukan kembali persambungannya denga ilmu hukum klasik yang sifatnya lebih intelektual akademik Salah satu dari sekian banyak ide Sartjipto Raharjo adalah tentang hukum adalah apa yang disebut pemikiran hukum progresif , yaitu semacam refleksi dari perjalanan inteletualnya selama menjadi musafir ilmu. Esensi utama pemikirannya, berangkat dari konsep bahwa hukum bukan sebagai sebuah produk yang selesai ketika diundangkan atau hukum tidak selesai ketika tertera menjadi kalimat yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses pemaknaan yang tidak pernah berhenti maka hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai sebuah ilmu. Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian yang sama dengan orang lain. Demikian pula, keadilan tidak cukup dimaknai dengan simbol angka sebagaimana tertulis dalam sanksi-sanksi KUHP, misalnya angka 15 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya. Karena keadilan sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut (metafisis), terumus secara filosofis oleh hakim.