Kamis, 21 April 2011

Mencari Kestabilan Jiwa Lewat Shalat : Mungkinkah??


Shalat memenuhi kebutuhan permanen manusia untuk mendapatkan ketakwaan dan kebahagiaan sejati. Kandungan zikir shalat mengandung pesan sarat dengan makrifah ketauhidan, Hari Akhir dan berbagai masalah sosial, yang semuanya itu terdapat dalam ajaran Islam. Rasulullah Saw di awal risalah kenabian memulai seruannya dengan mengajak manusia supaya membentuk diri dan memperkokoh pondasi sistem Islam. Selain itu, Rasulullah Saw mendorong masyarakat saat itu menyadari pendidikan dan penghambaan di hadapan Allah Swt.

Pada dasarnya, agenda global Islam yang paling menonjol adalah shalat. Dalam al-Quran, ada sekitar 95 ayat menyebut kata shalat dan turunannya. Tentunya, kata shalat yang seringkali disinggung dalam al-Quran menunjukkan bahwa ibadah ini sangat urgen dan konstruktif bagi manusia.

Kisah Shalat Uwais, Sahabat Imam Ali as

Di pertengahan malam, Uwais setelah bersujud panjang, selalu memandang ke langit dan memperhatikan bintang-bintang di angkasa. Uwais setiap pagi setelah beribadah dan bermunjat kepada Allah Swt, merasa lebih giat dan optimis dalam gerak-geriknya. Saat itu, hampir semua orang mendengar ibadah setiap malam yang dilakukan Uwais. Mereka mengetahui bahwa Uwais setiap malam berdoa dan bermunajat kepada Allah Swt. Sebagian orang mengatakan, Uwais terkadang melakukan ruku dari malam hingga pagi.

Akan tetapi ada yang menilai hal itu sebagai cerita yang dilebih-lebihkan, sehingga sebagian masyarakat tidak menerimanya. Sebagian orang mengatakan, bagaimana mungkin seseorang dapat melakukan sujud dan ruku selama berjam-jam. Sekuat apapun, tubuh tidak akan bisa melakukan hal itu. Demikian komentar yang berkembang saat itu mengenai apa yang dilakukkan Uwais. Mendengar pembicaraan itu, Uwais hanya menanggapinya dengan senyum.

Uwais adalah seorang sahabat setia Imam Ali as. Meski tidak menyaksikan Nabi Besar Muhammad Saw di masa hidupnya, tapi dia menerima pesan ketauhidan yang disampaikan Rasulullah Saw dan mengimaninya.

Pada suatu hari, Uwais berada sendirian di rumah. Seorang muslim mendatangi rumahnya. Uwais pun menyambutnya dengan hangat dan ramah. Tamu itu bertanya, "Benarkan kamu mengerjakan shalat hingga pagi hari? Jika itu benar, mengapa kamu menyulitkan diri sendiri di saat Allah Swt tidak pernah menyulitkan hamba-hamba-Nya?"

Seperti biasanya, Uwais hanya menanggapinya dengan senyum dan memandang ke langit dengan tenang. Saat melihat tamunya tetap menanti jawabannya, Uwais berkata, "Kondisi ibadah dan shalat adalah waktu rehat dan ketenanganku. Andaikan dari awal penciptaan hingga akhir itu hanya semalam, maka aku akan gunakan malam itu untuk sujud." Mendengar jawaban Uwais, seorang muslim itu menarik nafas lega. Dengan pernyataan Uwais tersebut, seorang muslim menemukan samudera baru. Ia menyadari bahwa bila hati itu tenang, maka tubuh pun akan nyaman. Seorang muslim ketika keluar dari rumah Uwais, mengucapkan ayat yang berartikan, "Hanya dengan mengingat Allah Swt, hati akan merasa tenteram."

Shalat Dapat Menstabilkan Jiwa

Menurut psikolog dan psikiater, kepribadian merupakan sekumpulan karakter, perilaku, pemikiran, perasaan dan gejolak seseorang yang membedakannya dengan individu lainnya. Pengetahuan saat ini membagi faktor-faktor pembentuk pribadi ke dua bagian; internal dan eksternal. Faktor luar dapat ditemukan pada kedua orang tua, keluarga serta nilai-nilai budaya dan sosial. Adapun faktor dalam berasal dari genetika, kondisi fisik dan hormon. Faktor luar mempunyai peran penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Berbagai riset membuktikan bahwa faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian.

Di antara masalah penting yang dikaji kalangan psikolog adalah stabilitas kepribadian. Kepribadian yang labil merupakan salah satu penyakit yang pengidapnya seringkali mengalami perubahan permanen dalam sikap-sikapnya. Pengidap penyakit seperti ini mempunyai sikap yang berubah-rubah dan tidak memiliki kekuatan mengambil sikap yang tetap. Para pengidap penyakit seperti ini tidak pernah disebut sebagai orang sakit di tengah masyarakat. Akan tetapi banyak orang yang menderita penyakit labil ini. Di antara mereka adalah orang-orang yang selalu mengubah penampilan dan pekerjaan serta mengubah keputusannnya tanpa alasan.

Menurut para psikolog, shalat dapat mengatasi penyakit seperti ini, bahkan dapat dikatakan sebagai obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan para pengidap penyakit labil. Dr Majid Malek Mohammadi mengatakan, "Salah satu karakter menonjol orang yang mengerjakan shalat, adalah patuh akan ajaran agama dan berjalan di garis yang lurus. Dengan mengulangi zikir-zikir dalam shalatnya yang dikerjakan setiap hari, ia mengingat kembali serangkaian keyakinannya. Dengan demikian, ia memiliki pribadi yang stabil dan memilih sebuah jalan tertentu untuk dirinya. Seseorang dengan mengulangi kembali kalimat spritual, akan mengokohkan kepribadiannya yang stabil. Untuk itu, shalat yang dilakukan berulang-ulang dapat mengokohkan kepribadian dan keseimbangan jiwa. Stabilitas dapat dikatakan sebagai sumber kesuksesan seseorang."

Shalat Mengajarkan Bagaimana Bersosial

Dr Malek Mohammadi menilai peran penting shalat dalam membenahi kepribadian seseorang yang menyimpang. Dikatakannya, "Penekanan berulangkali Islam terhadap shalat wajib lima kali untuk dilakukan secara berjamaah dan shalat Jumat untuk dikerjakan secara bersamaan dalam sekup yang lebih luas, mencerminkan simbul sosial Islam. Tak diragukan lagi, Islam mengajak masyarakat supaya mengerjakan shalat secara bersama dan meninggalkan kesendirian untuk bergabung dalam shalat berjamaah.

Jika kita memperhatikan kandungan surat al-Fatehah dalam shalat, surat itu membinasakan dorongan untuk menyendiri dan menjauh dari masyarakat. Dalam surat al-Fatehah ditekankan kata plural (jamak). Kata plural dalam surat al-Fatehah mengandung pesan bahwa Islam mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. Dalam surat al-Fatehah disebutkan, hanya kepada-Mu, kami menyembah dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan. Pada dasarnya, shalat selain mencegah kepribadian menyendiri dan menjauh dari lingkungan, juga dapat menyembuhkan para pengidap penyakit ini kembali ke lingkungan." (IRIB/AR/SL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar